SUATU hari, Rasulullah SAW menyambut para sahabatnya yang baru
pulang dari medan perang seraya berkata, "Selamat datang wahai kaum yang
telah melaksanakan jihad kecil dan bersiaplah untuk melakukan jihad
paling besar." Dengan penuh keheranan mereka bertanya, "Ya Rasulullah,
apa yang dimaksud dengan jihad akbar itu?" Beliau menjawab, "Jihad
melawan hawa nafsu. Sesungguhnya jihad terbesar dan paling utama adalah
memerangi hawa nafsu yang ada dalam dirimu sendiri."
Pada diri manusia terjadi pertempuran abadi antara dua kekuatan, yaitu
akal dan hawa nafsu. Akal atau hati nurani selalu cenderung pada
kebenaran dan kebaikan. Dengan segala kemampuannya ingin mengangkat dan
mengembalikan tuannya ke tempat asalnya, yaitu alam malakut, alam
kesucian. Sedangkan nafsu adalah musuh akal. Penentang kebenaran dan teman karibnya kejahatan, sebab lahir dari hasrat-hasrat jasmani dan hewani seseorang. Nafsu senantiasa mendorong tuannya supaya jatuh terjerembab ke tempat asalnya, yaitu tanah yang rendah, tempat segala kekotoran dan kehinaan. Nabi bersabda, "Sesungguhnya musuh terbesar dan paling berbahaya bagimu adalah hawa nafsu yang ada pada dirimu sendiri".
Ketika kekuatan akal yang menang maka muncul perkataan-perkataan benar dan jujur, perbuatan baik dan akhlak mulia. Tapi, tatkala hawa nafsu yang mendominasi, maka yang muncul adalah keserakahan diri, egoisme, takabur, kedengkian, dan pamer dalam ibadah.
Jika orang ini tidak segera memperbaiki diri dengan membangun kekuatan akalnya, maka malapetaka bukan hanya menghancurkan dirinya, namun tatanan sosial pun pasti akan rusak dan tercemari oleh tindak kejahatan dan perilaku bejat manusia-manusia yang dikuasai hawa nafsu.
Alquran menegaskan, iblis dan setan adalah musuh bebuyutan bagi anak cucu Adam. Namun ketahuilah bahwa pekerjaan mereka hanya sebatas menggoda dan mengawasi manusia untuk berbuat dosa. Sedangkan yang pada akhirnya membenarkan bisikan-bisikan itu dan menikmati tindak kejahatan dan perbuatan dosa tersebut adalah hawa nafsunya sendiri.
Oleh sebab itu, Allah SWT menegaskan, "Berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya" (Q.S. Al-Hajj:78).
Jihad kecil (jihad ashghar) adalah berjuang melawan musuh-musuh kita dari luar (kaum kafir, musyrikin, dan munafikin yang memerangi Islam). Sedangkan jihad terbesar (jihad akbar), yaitu berjuang melawan dorongan-dorongan hawa nafsu serakah, yang ada dalam diri kita sendiri.
Nafsu tidak selalu jahat atau hanya memberi mudarat kepada manusia secara mutlak. Justru yang menjadikan seorang insan dapat mencapai derajat kesucian yang lebih tinggi dari malaikat adalah potensi nafsu yang ada dalam dirinya itu. Nafsu yang tercela adalah nafsu serakah, syahwat yang tidak terkendali serta naluri duniawi dan hewani yang membabi buta.
Di saat Nabi Yusuf AS selamat dari bujuk rayu dan tipu daya Zulaikha, ia berkata, "Dan aku tidak (menyatakan) bahwa diriku terbebas (dari kesalahan begitu saja), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong ke arah kejahatan, kecuali (nafsu) yang telah diberi rahmat oleh Tuhan. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun dan Maha Penyayang" (Q.S.Yusuf: 53).
Hawa nafsu ibarat air bah yang berkekuatan besar. Jika dibendung dan dikendalikan kemudian dibuat saluran-saluran yang tepat, maka dapat memberi manfaat kepada manusia. Tetapi jika tidak dibendung dan lepas kontrol, maka akan menjadi bencana besar dan menghancurkan tatanan.
Para nabi, rasul, dan orang-orang saleh bukan berarti tidak memiliki hawa nafsu. Namun nafsu mereka telah terkendali oleh tali iman dan keyakinan kepada Allah, terjaga oleh kekuatan akalnya serta tersucikan oleh ibadah dan ketaatan terhadap-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar