IBADAH shalat
fardu (wajib) lima waktu bagi umat Islam, diperintahkan langsung oleh
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, ketika Isra Miraj di Sidratul
Muntaha. Tidak diwahyukan melalui Malaikat Jibril seperti
perintah-perintah lain. Oleh karena itu, salat merupakan kewajiban
terpenting. Sabda Nabi SAW, shalat adalah tiang agama. Orang yang tidak
melaksanakan shalat sama dengan merobohkan tiang tersebut. Waktu dan tata
cara shalat, ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW berdasarkan wahyu Allah
SWT kepada
beliau. Tidak boleh menyimpang dari apa-apa yang dicontohkannya. Beliau mengatakan, "Shalatlah sebagaimana aku shalat".
Selain hubungan vertikal ritual pribadi manusia dengan Allah SWT (mahdlah), juga mengandung hubungan horizontal dengan sesama manusia (ghair mahdlah). Shalat merupakan pencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Innash shalata tanha anil fahsya wal mungkar (Q.S. Al Ankabut: 45).
Berkaitan dengan fungsi sosial shalat sebagai pencegah kekejian dan kemungkaran, muncul pertanyaan negatif. Mengapa banyak orang yang melakukan shalat, tetapi kekejian dan kemungkaran jalan terus? Merebak di mana-mana? Khususnya di Indonesia yang mayoritas muslim? Aneka macam kekejian dan kemungkaran bagai tak habis-habisnya terjadi. Mulai dari kejahatan dan kemungkaran skala kecil, hingga yang berskala besar dan menggegerkan.
Seperti korupsi dan pembunuhan. Para koruptor, yang baru-baru ini ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan diajukan ke sidang pengadilan Tipikor, rata-rata muslim. Rajin melaksanakan shalat. Bahkan bukan hanya shalat fardu saja tetapi juga shalat sunat tahajud yang dijanjikan Allah SWT menjadi sarana pengangkat derajat ke tempat terpuji. Maqaman mahmuda (Q.S. Al Isra: 79). Pembunuh, seperti Ryan yang diduga mutilasi dan menghilangkan nyawa sebelas orang adalah muslim. Pernah menjadi guru mengaji pula.
Sehingga antara shalat dan perbuatan jahat (keji dan mungkar) seolah tidak punya kaitan apa-apa. Artinya, shalat jalan terus, kejahatan juga berkembang terus. Padahal sesungguhnya tidak demikian. Shalat sebagai bentuk sarana ibadah ritual, memang sudah ditetapkan mengandung pencegahan kekejian dan kemungkaran. Tetapi para pelaku shalat, tidak mampu mengisi dan menerapkan nilai-nilai luhur shalat ke dalam jiwanya.
Shalat yang dilakukan sebatas formalitas. Atau mungkin pelarian pada saat mengalami keterdesakan. Bukan shalat yang didasari prinsip penyerahan diri mutlak kepada Allah SWT Penguasa Semesta Alam. Shalat semacam itu dapat dikategorikan shalat "ahli neraka". Shalat yang membawa pelakunya ke area kenistaan dan kecelakaan. Selain menodai dirinya sendiri, juga menodai agama.
Q.S. Al-Ma'un: 4-7 menjelaskan, kecelakaan siksa neraka, diperuntukkan bagi orang yang shalat, namun shalatnya lalai (sahun), pamer (yura-un), serta tidak mendorong kepada kebaikan (yamna'unal ma'un). Maka jelaslah sekarang, mengapa shalat terus berlangsung, kekejian dan kemungkaran terus berlangsung pula.
Sebab shalat yang seharusnya difungsikan untuk tanha anil fahsya wal mungkar itu, menyimpang dari peran dan fungsinya, karena para pelaku shalat (mushollin) bersikap atau berwatak lalai, tidak tepat waktu dan menganggap enteng kewajiban shalat. Bersalat namun sambil pamrih. Ingin disebut ahli ibadah, ingin mendapat kredit poin dari atasan, mertua, dan mahluk lain, bukan penilaian dari Allah SWT.
Para pelaku salat semacam itu, selain tidak mendatangkan manfaat di muka bumi dengan mencegah kekejian dan kemungkaran bahkan di akhirat sudah disediakan neraka wail. Wailul lil mushollin (Q.S. Al Ma'un: 4). Mereka kekal di neraka itu, bersama para pelaku kejahatan memalsukan ukuran, tukang mark-up, tukang pat gulipat, tukang merekayasa aturan untuk keuntungan pribadi atau kelompok, dengan cara melanggar hukum yang berlaku. Wailul lil muthaffifin (Q.S. Al Muthaffifin: 1).
Sedangkan shalat yang berperan dan berfungsi mencegah kekejian dan kemungkaran adalah shalat yang dilakukan dengan khusyuk. Sesuai tata cara, tertib, rapi, tenang, dan nyaman. Selama shalat, perasaan dan pikiran, terpusat hanya kepada Allah SWT. Berpasrah sepenuh kepasrahan kepada-Nya, satu-satunya Dzat Sembahan (dainunnah lillahi wahdah).
Dalam Alquran, Surat Al-Mu'minun diungkapkan, "Beruntunglah orang-orang beriman. Yaitu yang melaksanakan shalat dengan khusyuk" (Q.S Al Mu'min: 1-2). Juga orang-orang yang memelihara (yuhafidun) shalatnya. Yang memelihara shalat, artinya tepat waktu, tak pernah ketinggalan atau meninggalkan shalat sekalipun juga, serta meningkatkan pengetahuan tentang shalat, baik yang berkenaan dengan teknis maupun isi dan makna shalat yang baik dan benar. Yang sesuai dengan syariat yang terpenuhi wajib dan rukunnya.
Shalat yang khusyuk, yang terjaga dan terpelihara, itulah yang akan berdampak positif terhadap pelaku shalat, baik perorangan maupun kelompok (jemaah). Itulah yang akan menjadikan shalat sebagai pencegah kekejian dan kemungkaran.
Orang yang shalatnya khusyuk, yang shalatnya terjaga terpelihara akan menempati posisi ahli waris Surga Firdaus, dan kekal di dalamnya. Ulaika humul waritsun. Alladzina yuristsunal firdausa hum fiha khalidun (Q.S. Al Mu'minun: 10)
beliau. Tidak boleh menyimpang dari apa-apa yang dicontohkannya. Beliau mengatakan, "Shalatlah sebagaimana aku shalat".
Selain hubungan vertikal ritual pribadi manusia dengan Allah SWT (mahdlah), juga mengandung hubungan horizontal dengan sesama manusia (ghair mahdlah). Shalat merupakan pencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Innash shalata tanha anil fahsya wal mungkar (Q.S. Al Ankabut: 45).
Berkaitan dengan fungsi sosial shalat sebagai pencegah kekejian dan kemungkaran, muncul pertanyaan negatif. Mengapa banyak orang yang melakukan shalat, tetapi kekejian dan kemungkaran jalan terus? Merebak di mana-mana? Khususnya di Indonesia yang mayoritas muslim? Aneka macam kekejian dan kemungkaran bagai tak habis-habisnya terjadi. Mulai dari kejahatan dan kemungkaran skala kecil, hingga yang berskala besar dan menggegerkan.
Seperti korupsi dan pembunuhan. Para koruptor, yang baru-baru ini ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan diajukan ke sidang pengadilan Tipikor, rata-rata muslim. Rajin melaksanakan shalat. Bahkan bukan hanya shalat fardu saja tetapi juga shalat sunat tahajud yang dijanjikan Allah SWT menjadi sarana pengangkat derajat ke tempat terpuji. Maqaman mahmuda (Q.S. Al Isra: 79). Pembunuh, seperti Ryan yang diduga mutilasi dan menghilangkan nyawa sebelas orang adalah muslim. Pernah menjadi guru mengaji pula.
Sehingga antara shalat dan perbuatan jahat (keji dan mungkar) seolah tidak punya kaitan apa-apa. Artinya, shalat jalan terus, kejahatan juga berkembang terus. Padahal sesungguhnya tidak demikian. Shalat sebagai bentuk sarana ibadah ritual, memang sudah ditetapkan mengandung pencegahan kekejian dan kemungkaran. Tetapi para pelaku shalat, tidak mampu mengisi dan menerapkan nilai-nilai luhur shalat ke dalam jiwanya.
Shalat yang dilakukan sebatas formalitas. Atau mungkin pelarian pada saat mengalami keterdesakan. Bukan shalat yang didasari prinsip penyerahan diri mutlak kepada Allah SWT Penguasa Semesta Alam. Shalat semacam itu dapat dikategorikan shalat "ahli neraka". Shalat yang membawa pelakunya ke area kenistaan dan kecelakaan. Selain menodai dirinya sendiri, juga menodai agama.
Q.S. Al-Ma'un: 4-7 menjelaskan, kecelakaan siksa neraka, diperuntukkan bagi orang yang shalat, namun shalatnya lalai (sahun), pamer (yura-un), serta tidak mendorong kepada kebaikan (yamna'unal ma'un). Maka jelaslah sekarang, mengapa shalat terus berlangsung, kekejian dan kemungkaran terus berlangsung pula.
Sebab shalat yang seharusnya difungsikan untuk tanha anil fahsya wal mungkar itu, menyimpang dari peran dan fungsinya, karena para pelaku shalat (mushollin) bersikap atau berwatak lalai, tidak tepat waktu dan menganggap enteng kewajiban shalat. Bersalat namun sambil pamrih. Ingin disebut ahli ibadah, ingin mendapat kredit poin dari atasan, mertua, dan mahluk lain, bukan penilaian dari Allah SWT.
Para pelaku salat semacam itu, selain tidak mendatangkan manfaat di muka bumi dengan mencegah kekejian dan kemungkaran bahkan di akhirat sudah disediakan neraka wail. Wailul lil mushollin (Q.S. Al Ma'un: 4). Mereka kekal di neraka itu, bersama para pelaku kejahatan memalsukan ukuran, tukang mark-up, tukang pat gulipat, tukang merekayasa aturan untuk keuntungan pribadi atau kelompok, dengan cara melanggar hukum yang berlaku. Wailul lil muthaffifin (Q.S. Al Muthaffifin: 1).
Sedangkan shalat yang berperan dan berfungsi mencegah kekejian dan kemungkaran adalah shalat yang dilakukan dengan khusyuk. Sesuai tata cara, tertib, rapi, tenang, dan nyaman. Selama shalat, perasaan dan pikiran, terpusat hanya kepada Allah SWT. Berpasrah sepenuh kepasrahan kepada-Nya, satu-satunya Dzat Sembahan (dainunnah lillahi wahdah).
Dalam Alquran, Surat Al-Mu'minun diungkapkan, "Beruntunglah orang-orang beriman. Yaitu yang melaksanakan shalat dengan khusyuk" (Q.S Al Mu'min: 1-2). Juga orang-orang yang memelihara (yuhafidun) shalatnya. Yang memelihara shalat, artinya tepat waktu, tak pernah ketinggalan atau meninggalkan shalat sekalipun juga, serta meningkatkan pengetahuan tentang shalat, baik yang berkenaan dengan teknis maupun isi dan makna shalat yang baik dan benar. Yang sesuai dengan syariat yang terpenuhi wajib dan rukunnya.
Shalat yang khusyuk, yang terjaga dan terpelihara, itulah yang akan berdampak positif terhadap pelaku shalat, baik perorangan maupun kelompok (jemaah). Itulah yang akan menjadikan shalat sebagai pencegah kekejian dan kemungkaran.
Orang yang shalatnya khusyuk, yang shalatnya terjaga terpelihara akan menempati posisi ahli waris Surga Firdaus, dan kekal di dalamnya. Ulaika humul waritsun. Alladzina yuristsunal firdausa hum fiha khalidun (Q.S. Al Mu'minun: 10)
0 komentar:
Posting Komentar