SETIAP
hari bahkan mungkin setiap waktu, kita selalu berharap semua aktivitas
serta rutinitas kita bernilai ibadah di hadapan Allah SWT. Untuk itu,
awalilah semuanya dengan niat yang lurus agar apa yang kita lakukan
mendapat nilai ibadah di hadapan-Nya. Karena niat merupakan roh dalam
aktivitas ibadah kita, sebagaimana dinyatakan dalam hadis yang
diriwayatkan Umar bin Khathab RA, "Sesungguhnya amal perbuatan itu
tergantung pada niatnya dan bagi setiap orang apa yang telah ia niatkan"
(Shahih Muslim).
Selain itu, agar aktivitas yang kita lakukan bernilai ibadah maka pekerjaan itu haruslah merupakan pekerjaan atau amal yang baik. Bahkan apabila kita berniat melakukan kebaikan tetapi kita tidak jadi melakukannya, maka tetap ada satu kebaikan di hadapan Allah. Juga sepuluh kebaikan bahkan sampai tujuh ratus kali lipat, bila niat baik tersebut dilaksanakan.
Sebaliknya, jika kita melakukan niat buruk maka menjadi satu keburukan di hadapan Allah SWT.
Hadis riwayat Ibnu Abbas RA, "Dari Rasulullah SAW tentang apa yang diriwayatkan dari Allah Ta'ala bahwa Allah berfirman, 'Sesungguhnya Allah mencatat kebaikan dan kejelekan'. Kemudian beliau (Rasulullah) menerangkan, 'Barang siapa yang berniat melakukan kebaikan, tetapi tidak jadi mengerjakannya, maka Allah mencatat niat itu sebagai satu kebaikan penuh di sisi-Nya. Jika ia meniatkan perbuatan baik dan mengerjakannya, maka Allah mencatat di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat hingga kelipatan yang sangat banyak'".
"Kalau ia berniat melakukan perbuatan jelek, tetapi tidak jadi melakukannya, maka Allah mencatat hal itu sebagai satu kebaikan yang sempurna di sisi-Nya. Jika ia meniatkan perbuatan jelek itu, lalu melaksanakannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu kejelekan" (Shahih Muslim).
Namun timbul pertanyaan, apakah setiap pekerjaan atau amal baik yang kita lakukan akan selalu mendapat pahala di hadapan Allah SWT? Amal atau pekerjaan baik yang kita lakukan seperti sedekah, salat, kurban, dan sebagainya jika dilakukan dengan harapan ingin dipuji orang lain, maka tidak akan mendapatkan pahala di hadapan Allah SWT.
Dengan kata lain, amal baik tersebut dilakukan dengan dibarengi rasa sombong, riya atau sum'ah (ujub/mencari popularitas/kagum pada diri sendiri).
Jadi, hendaklah setiap amal baik itu dilakukan dengan ikhlas semata-mata hanya karena Allah. Amalan yang akan diterima Allah adalah amal baik yang dilandasi keikhlasan. Allah berfirman, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat, dan yang demikian Itulah agama yang lurus" (Q.S. Al-Bayyinah: 5).
Amal baik yang ikhlas artinya amal baik yang dilaksanakan murni hanya karena Allah, bukan karena ingin dipuji serta dibanggakan orang lain. Untuk itu, lakukan setiap pekerjaan, amal, dan perbuatan sebagai amalan, pekerjaan, dan perbuatan yang baik dengan niat ikhlas hanya mengharapkan rida Allah. Sehingga amalan yang kita lakukan tidak sia-sia. Sebaliknya Allah memberikan balasan pahala yang sesuai dengan amalan yang kita lakukan.
0 komentar:
Posting Komentar