CINTA kepada Allah SWT merupakan landasan untuk semua bentuk
cinta. Untuk umat Islam, semua bentuk cinta harus ditempatkan di bawah
cinta kepada Allah. Oleh sebab itu, siapa pun yang ingin dicintai,
hendaklah dia mencintai Allah sehingga dia bisa mencintai apa yang
dicintai-Nya dan membenci apa yang dibenci-Nya. Dalam benci itu terdapat
cinta dalam pengertian, jika seseorang membenci sesuatu karena Allah
pun membencinya, maka Allah akan mencintainya. Dengan cinta
terhadap
perintah dan benci pada larangan Allah yang didasarkan pada cintanya
kepada Allah, berarti dia telah menjadi seorang yang taat dan tunduk
kepada-Nya.
Seorang pencinta, hatinya pasti terpaut kepada kekasihnya, yaitu Allah
ta'ala. Kemudian melaksanakan semua perintah dan menghindar dalam
batas-batas yang telah ditetapkan-Nya, sebab dia mengakui bahwa
Allah-lah yang menciptakan dan membuat dirinya menjadi ada serta
menciptakan cinta, kesempurnaan, keindahan, keagungan, dan kemuliaan.
Allah menghendaki hamba-Nya saling mencintai di dalam cinta kepada-Nya,
dan saling terikat satu sama lainnya. Dengan demikian, mereka akan
cinta-mencintai, akan merasa tenang dan bahagia dalam limpahan cinta
serta anugerah-Nya. Seterusnya Allah akan mengangkat jiwa mereka dan
melimpahkan anugerah iman dengan membenarkan nubuwat para nabi dan para
rasul-Nya, membenarkan kitab-kitab-Nya, para malaikat-Nya, dan hari
akhir dan yang darinya memancarkan berbagai aspek cinta, sampai dia
masuk ke dalam perhambaan dan keimanan yang mendalam.
Memang betul bahwa terdapat cinta lain yang dibenarkan syara, yakni
cinta kepada makhluk Allah, baik jenis manusia maupun jenis lainnya.
Akan tetapi, cinta ini adalah cinta yang nisbi yang tidak bertentangan
dengan ajaran Islam, sebab segala sesuatu selain Allah tidak boleh
dicintai melebihi cintanya kepada Allah.
"Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri
kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang disukai,
adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di
jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya" (Q.S.
At-Taubah: 24).
Dari penjelasan tersebut, kita dapat memahami bahwa semua sarana dan
media itu mengantarkan kita untuk mencinta Allah, sebab cinta kita
kepada Allah sesuai dengan perintah-Nya. Dari sini terungkap bahwa cinta
yang dimiliki oleh hamba yang mencintai Allah yang ditempatkan dalam
lingkaran keimanan, akan membentuk pedoman hidup yang akan memandu
tindakan, pikiran, dan kesadaran menuju perintah Allah.
Ia akan menghangatkan qalbu orang yang mencintai Allah dengan nyala iman
dan cinta, membimbing hatinya menuju amal yang baik sehingga dia bisa
menjadi penunjuk jalan saat dia berpikir dan menalar, menjadi
petunjuknya pada saat dia bekerja dengan tangan dan raganya, serta
menjadi pembimbing saat dia bergaul dengan saudara-saudaranya sesama
umat Islam. Dengan demikian, terbentuklah suatu umat yang hidup saling
mencintai.
Cinta kepada Allah merupakan titik pusat dalam penyucian jiwa dari
berbagai cela dan noda duniawi. Oleh sebab itu, cinta kepada Allah
memiliki beberapa syarat berdasarkan syara, yang wajib dipenuhi agar
cinta kepada Allah itu menjadi cinta murni. Maka dari itu, kalbu seorang
yang beriman tidak memiliki dua bentuk loyalitas yang saling bertolak
belakang, sebagaimana difirmankan oleh Allah, "Allah sekali-kali tidak
menjadikan bagi seseorang dua kalbu dalam rongga dadanya." (Q.S.
Al-Ahzab: 4).
0 komentar:
Posting Komentar